Data Dinas Kesehatan menunjukkan peningkatan signifikan kasus Wabah DBD di awal tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain nyamuk Aedes aegypti pembawa DBD, tumpukan sampah basah dan genangan air juga menarik tikus, vektor utama penyebar bakteri Leptospirosis. Situasi ini memerlukan respons cepat dari berbagai pihak.
Terkait Leptospirosis, penyakit yang ditularkan melalui urin tikus ini sangat berbahaya dan bisa berakibat fatal jika terlambat ditangani. Banjir atau genangan air yang membawa kotoran tikus menjadi jalur penularan utama. Pencegahan harus berfokus pada kebersihan lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri saat bersih-bersih.
Pemerintah Kota dan Kabupaten di DIY sedang menggalakkan kembali program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan slogan 3M Plus. Kegiatan ini menekankan pada menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat penampungan air, ditambah dengan menabur larvasida. Partisipasi aktif masyarakat adalah kunci keberhasilan PSN ini.
Wabah DBD adalah ancaman musiman yang membutuhkan kewaspadaan sepanjang tahun. Masyarakat diimbau untuk tidak menimbun barang bekas yang bisa menjadi tempat nyamuk bertelur, termasuk kemasan plastik bekas dan ban bekas. Lingkungan rumah dan sekitar harus dipastikan bebas dari genangan air sekecil apa pun.
Pemerintah Daerah mengakui adanya tantangan besar dalam pengelolaan sampah, terutama pasca penutupan atau pembatasan operasional beberapa tempat pembuangan akhir. Tumpukan sampah yang tidak terangkut di permukiman memperparah sanitasi lingkungan, secara langsung meningkatkan risiko penyebaran Wabah DBD dan penyakit lainnya.
Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan kini bekerja sama mengintervensi wilayah dengan angka kasus tertinggi. Selain penanganan sampah, upaya fogging selektif tetap dilakukan, namun ditekankan bahwa fogging hanya membunuh nyamuk dewasa dan bukan solusi jangka panjang pencegahan.
Masyarakat didorong untuk segera mencari pertolongan medis jika mengalami gejala demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri otot, atau mata merah. Deteksi dini dan penanganan yang cepat sangat menentukan prognosis kesembuhan pasien DBD maupun Leptospirosis. Jangan anggap remeh gejala penyakit ini.
Solusi jangka panjang untuk mengatasi ancaman Wabah DBD ini harus melibatkan perbaikan total sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Edukasi tentang pemilahan sampah dan komposting perlu diintensifkan. Lingkungan yang bersih adalah fondasi bagi kesehatan publik yang kuat dan berkelanjutan.
Dengan sinergi antara pemerintah yang efektif dan kesadaran masyarakat yang tinggi akan kebersihan lingkungan, lonjakan kasus DBD dan Leptospirosis dapat dicegah. Mari bersama-sama menjaga lingkungan kita agar bebas dari sampah dan sarang penyakit, demi Yogyakarta yang lebih sehat.
