Transaksi belanja daring kini tidak lagi mengenal batas negara. Kemudahan akses ke produk-produk dari seluruh dunia membuka pintu bagi konsumen untuk mendapatkan barang yang unik dan lebih terjangkau. Namun, di balik kemudahan ini, muncul tantangan baru terkait keamanan dan hak-hak konsumen. Oleh karena itu, regulasi perlindungan konsumen dalam transaksi daring internasional menjadi sangat krusial. Regulasi ini berfungsi sebagai payung hukum yang melindungi konsumen dari berbagai risiko, mulai dari penipuan, barang tidak sesuai deskripsi, hingga masalah pengiriman. Tanpa kerangka hukum yang jelas, konsumen akan berada dalam posisi yang sangat rentan saat berurusan dengan penjual dari negara lain.
Pada 10 Oktober 2025, dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan, seorang pakar hukum siber, Bapak Rian Firmansyah, menjelaskan bahwa regulasi perlindungan konsumen daring internasional seringkali melibatkan harmonisasi hukum antarnegara. Hal ini penting karena yurisdiksi hukum bisa menjadi masalah besar. Misalnya, jika seorang konsumen di Indonesia membeli barang dari penjual di Amerika Serikat dan barang tersebut tidak pernah sampai, proses hukum untuk menuntut penjual tersebut bisa sangat rumit dan mahal. Oleh karena itu, perjanjian perdagangan internasional dan lembaga-lembaga seperti World Trade Organization (WTO) memainkan peran penting dalam menetapkan standar dan mekanisme penyelesaian sengketa yang adil.
Selain perjanjian internasional, banyak negara juga memperkuat regulasi perlindungan konsumen di tingkat nasional untuk transaksi lintas batas. Di Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga berlaku untuk transaksi daring, tetapi pelaksanaannya seringkali menghadapi kendala. Untuk mengatasi ini, pemerintah melalui Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 20 November 2025 mengeluarkan panduan baru yang berisi langkah-langkah yang bisa diambil konsumen saat mengalami masalah dengan penjual asing. Panduan ini mencakup tips untuk memeriksa kredibilitas penjual, menggunakan metode pembayaran yang aman, dan mengetahui prosedur pengajuan komplain. Langkah-langkah ini bertujuan untuk memberdayakan konsumen agar lebih bijak dan berhati-hati dalam berbelanja.
Peran platform e-commerce juga sangat vital dalam regulasi perlindungan konsumen. Banyak platform besar seperti Amazon dan Alibaba memiliki kebijakan perlindungan pembeli yang memungkinkan konsumen untuk mengajukan pengembalian uang jika produk yang diterima cacat atau tidak sesuai deskripsi. Mekanisme ini seringkali menjadi jalur pertama yang digunakan konsumen untuk menyelesaikan masalah. Pada 5 Desember 2025, dalam sebuah laporan dari Lembaga Analisis Pasar Digital, platform yang memiliki kebijakan perlindungan konsumen yang kuat cenderung mendapatkan kepercayaan yang lebih tinggi dari konsumen. Pada akhirnya, regulasi perlindungan konsumen dalam transaksi daring internasional adalah sebuah kerja sama multi-pihak yang melibatkan pemerintah, lembaga internasional, platform e-commerce, dan kesadaran dari konsumen itu sendiri. Dengan pemahaman yang baik dan adopsi regulasi yang efektif, transaksi lintas batas dapat menjadi lebih aman, transparan, dan menguntungkan bagi semua pihak.
